Lung Smart Care Rebut Juara 2 di Inaicta 2014

Lung Smart Care Rebut Juara 2 di Inaicta 2014

Dari Kiri Wahyu, Dwi dan M. Sofa

Lung Smart Care, aplikasi pengukur kesehatan paru manusia karya tiga mahasiswa PTIIK berhasil dinobatkan sebagai Juara II (Merit) pada kategori Health & Well-being untuk profesional di ajang kompetisi  Indonesia ICT Awards 2014 (INAICTA). Ketiga mahasiswa PS. Ilmu Komputer angkatan 2010 tersebut adalah Wahyu Teja Kusuma, Moh. Sofa dan Dwi Saputro N. Bertempat di Balai Kartini Jakarta (29/8) acara Malam Penganugerahan atas pemenang INAICTA 2014 tersebut dibuka langsung oleh Menkominfo RI, Tifatul Sembiring.

Dalam kompetisi tersebut sekitar 1007 karya yang masuk, dilombakan untuk menjadi yang terbaik pada 15 kategori berbeda. Setiap kategori dipilih tiga pemenang untuk posisi Winner, Merit dan Special Mention. Winner adalah penghargaan utama bagi karya dengan nilai terbaik dari para juri, Merit adalah penghargaan bagi karya dengan nilai selisih 10% dari Winner, sementara Special Mention adalah penghargaan untuk karya yang dinilai memiliki dampak besar bagi masyarakat.

Untuk dapat menjadi juara pada kompetisi tersebut diakui oleh Wahyu dan kawan-kawannya bukanlah hal yang mudah. Mereka harus melewati dua tahapan seleksi dan mempersiapkan karyanya dengan sangat baik. Diungkapkan oleh Wahyu, latar belakang penelitiannya untuk membuat aplikasi Lung Smart Care adalah untuk menyedikan suatu alat pengukur kesehatan paru manusia yang akurat dengan harga terjangkau. Selama ini alat serupa bernama spirometer telah digunakan di beberapa rumah sakit. Namun karena harganya yang mahal (mencapai Rp. 80jt) alat tersebut hanya dapat dimiliki oleh sebagian rumah sakit besar saja. Selain itu, biaya pemeriksaan dengan spirometer juga tergolong tinggi (mencapai Rp. 150rb/ 1x pemeriksaan). Sehingga tidak semua masyarakat dapat menjangkau dan menikmati manfaat dari spirometer.
“Karena itu kami tergerak untuk membuat alat serupa, namun dengan harga yang terjangkau. Sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dari berbagai kalangan,” ungkap Wahyu.

Presentasi Lung Smart Care

Dengan mengadopsi fitur-fitur dari spirometer, aplikasi Lung Smart Care dibuat dengan memanfaatkan microphone pada smartphone. Cara pengoperasian aplikasi Lung Smart Care cukup mudah. Pengguna tinggal menginputkan datanya untuk kemudian diolah menjadi nilai acuan normal. Data yang perlu dimasukkan pengguna antara lain; nama, usia, tinggi badan, berat badan, jenis kelamin dan ras. Setelah itu pengguna diminta untuk meniupkan pernapasannya langsung ke microphone smartphone sebanyak tiga kali.

Dari ketiga tiupan tersebut sistem akan mengambil satu grafik tiupan pernapasan terbaik untuk dilakukan perhitungan sebagai pertimbangan analisa. Hasil perhitungan akan disajikan dalam bentuk tabel, meliputi; volume tidal (volume keluar masuk udara pada paru saat pernapasan biasa), kapasitas total paru, FEV1 (besarnya volume udara yang dikeluarkan dalam satu detik pertama), FVC (volume udara maksimal yang dapat dihembuskan setelah inspirasi maksimal), kemudian rasio FEV1 per FVC. Hasil perhitungan juga dilengkapi dengan kesimpulan kondisi kesehatan paru pengguna. Kesimpulan yang ditampilkan meliputi kondisi paru pengguna apakah normal, ada gangguan restriktif ringan, sedang atau berat, atau mengalami gangguan obstruktif ringan, sedang, atau berat.
Gangguan restriktif adalah gangguan pengembangan paru. Sementara gangguan obstruktif adalah setiap keadaan hambatan aliran udara karena adanya sumbatan atau penyempitan saluran pernapasan.

Acuan perhitungan yang diterapkan oleh Wahyu dan timnya didasarkan atas study penelitian terdahulu. Selain itu Lung Smart Care juga telah diujicobakan pada 45 pasien gangguan paru di RSUD Dr. Saiful Anwar (RSSA) Malang. Ujicoba tersebut dilakukan untuk membandingkan akurasi dari Lung Smart Care dengan Spirometer. Dari ujicoba tersebut diperoleh selisih akurasi paad perhitungan FEV1 = 0,11 liter dan FVC = 0,152432432 liter.
“Untuk bidang medis, dikatakan suatu aplikasi tidak sesuai atau tidak layak digunakan ketika selisihnya mencapai 1 atau – 1. Karena itu aplikasi kami masih terhitung valid untuk melakukan pengukuran kondisi kesehatan paru. Tapi kami tetap akan terus mengembangkan aplikasi ini agar semakin akurat dalam perhitungannya,” jelas Wahyu.

Wahyu dan Dwi menunjukkan aplikasi Lung Smart Care

Wahyu mengungkapkan bahwa dirinya bersama tim mengerjakan aplikasi Lung Smart Care selama 6 bulan, mulai dari study penelitian terdahulu hingga perancangan dan pengujian. Dalam pemrograman aplikasi Lung Smart Care Wahyu dan timnya dibimbing oleh Eko Sakti P., S.Kom., M.Kom. (salah satu tenaga pengajar di PTIIK), sementara pembimbing untuk sisi medis adalah Dr. Susanti Djajalaksana, Sp.P(K), tenaga pengajar FK UB dan spesialis kesehatan paru di RSSA.
“Untuk pelaksanaan penelitian ujicoba alat kami dibimbing oleh asisten Dr. Susanti, ayitu dr. Ungky,” jelas Wahyu.

Berdasarkan masukan juri INAICTA 2014, Wahyu dan timnya akan melakukan penelitian validitas (ujicoba) alat kepada minimal 200 pasien gangguan paru-paru. Harapannya akan didapatkan data yang lebih jelas mengenai keakuratan penggunaan Lung Smart Care jika dibandingkan dengan spirometer. [dna]